oleh

“Kutumpahkan Semua di Pundak Istriku”

-Keluarga-267 views

SEMANGATKARYA.COM – Luwu Masih kuingat kata-kata Dokter Toto. Dokter yang merawatku di Rumah Sakit Hikmah Belopa.
”Pak Andi, untuk memastikan apakah paru-paru Bapak yang masih basah itu karena virus atau apa, maka saya sarankan Bapak tes Swab saja”
Syok Aku mendengarnya.

Sepintas terbayang, penderita Covid-19 yang sering aku lihat di TV. Aku membayangkan bagaimana respon masyarakat dan kondisi kejiwaan anak-anakku bila benar-benar positif. Aku sudah membayangkan sanksi sosial kepada mereka.

Ditambah lagi dengan kondisiku sendiri.
Aku sampaikan ke Dokter Toto, “Tabe’ Dok, beri saya waktu untuk berfikir dan shalat istikharah” (Aku lupa kalau Beliau Kristiani).
Beliau bilang “ OK. Pak Andi, saya tunggu keputusan ta’ besok.”
Sejak saat itu, pikiranku mulai tidak tenang. Macam-macam yang aku pikirkan.
Ya… sanksi sosial kepada keluargakulah.
Kondisi nanti bila dirujuk ke Makassarlah.

Bagaimana kalau aku meninggal dunia disana, tanpa didampingi oleh istri dan anak-anakku serta keluargaku.
Aku jadi sedih.
Aku diskusikan dengan istriku dan anakku Muh. Budi tercinta yang dengan setia mendampingi ibunya merawatku selama di rumah sakit ini. Istriku mengembalikan keputusan kepadaku.
Tapi ada kata-katanya yang membuatku sedikit tertarik.

“Kalau kita sudah di Swab, maka tidak ragu miki. Mau kumpul sama anak-anak juga sudah tidak ada masalah.” katanya
Tapi… balik lagi, Aku ragu.
Besoknya,
Dokter Toto masuk, melakukan pemeriksaan standar. Diperiksanya secara teliti keadaanku dengan stetotoskopnya, terutama bagian belakangku.
Aku disuruh tarik nafas panjang dan keluarkan pelan-pelan. Terus aku disuruh mengucapkan 99. (entah apa maksudnya).

Dan beliau menyatakan: “ Kondisi Bapak belum stabil. paru-paru masih basah.”
Dan pertanyaan itu keluar lagi dari mulutnya: “Bagiamana Pak Andi, siap untuk di-Swab?”
Aku berkelit: “Tapi saya sudah sehat, Dok. Sudah bisa makan dan kondisi fisik baikmi.”

Beliau tampaknya agak kecewa.
Sebelum keluar beliau titip pesan: “Tabe’ Pak Andi, kondisita belum stabil, kalau menurut pemeriksaan saya, masih ada masalah. Jadi kalau berubah pikiranki’ cepat sampaikan ke perawat. agar segera dites Swab.”
Beliau keluar.
Aku jadi bingung dan ragu.
Kembali berdiskusi dengan anak dan istriku.

Tidak ada keputusan.
Istriku berkonsultasi dengan perawat.
Akhirnya kepala perawat datang memberikan motivasi dan penjelasan tentang Swab dan penanganan penderita Covid-19 yang sudah semakin baik. Dia jelaskan: “Bagaimana kalau Bapak keluar sementara virus itu ada di dalam tubuh Bapak, kemudian Bapak bersosialisasi dengan anak-anak Bapak. Maka kasian mereka Pak, mereka bisa terpapar.”
Aku jadi terpengaruh dengan penjelasannya.
Kubayangkan anak-anak cantikku dan anak gagahku.

Anak-anakku pasti akan datang memelukku dan menciumku bila aku keluar nanti. Bagimana bila aku betul-betul positif Covid-19?
Meskipun kondisi sekarang sudah agak baikan.
Tapi kata dokter aku masih ada masalah di paru-paru. Siapa tahu itu betul-betul adalah virus Covid-19, maka celakalah aku. Berdosalah aku karena akan menjadi pembawa virus ke anak-anak dan istriku, keluarga besarku dan tetangga serta teman-temanku di kantor. Ini akan menjadi sebuah Klaster baru. Dan Aku adalah pemicunya. Yaa Allah, Aku tak mau.
Berangkat dari pemikiran itu,
Dengan ucapan “BISMILLAH”
Aku iyakan untuk di- Swab.
Meskipun terus terang saja aku takut. (Ndak Yakin)
Tidak lama kemudian, datanglah petugas Swab dengan APD lengkap (Ngeri juga melihatnya, Pasalnya baru kali ini berhadapan langsung dengan petugas medis yang APD, biasanya hanya lihat di televisi). Dia mengambil sampel cairanku.

Ada rasa perih pada hidung saat alat itu masuk ke lubang hidung. Begitupun dengan contoh cairan pada mulut yang akan diambil. Agak lama juga. Karena aku memang fobia dengan alat-alat yang menyentuh lidahku. Bila ada alat lain yang masuk menyentuh lidah pasti akan Tikollo’ (mual, red.).
Padahal alatnya harus sampai di pangkal lidah.
Proses itu agak lama karena aku tikollok terus.
Pada akhirnya berhasil juga.
Jadilah… Sampel cairanku dibawa ke Soppeng
Dan… aku kok jadi ciut. Ada rasa menyesal.
“Kenapa mau di-Swab. Bagaimana kalau hasilnya positif” Rasa penyesalan itu muncul.
Aku curhat ke istri. Beliau beri semangat: “Belum tentu juga kita positif Opu. Khan tenang miki kalau ada hasilnya.”.

Begitu kata-katanya memberiku semangat.
Aku jadi tenang sedikit.
Beberapa keluarga datang membesuk tapi aku sudah mengingatkan:
“Jangan sentuh aku.
Siapa tahu aku positif…
Dan kalian pasti akan terpapar.”
Keluarga memberi dukungan moral: “Insya Allah Ndakji itu.”
Keluarga besar kakanda Opu Kila dengan istri dan anak-anak serta cucu datang membesuk. Aku ceritakan kondisiku serta mohon do’anya semoga hasil Swab-ku besok negative.
(Ada do’a untukku. Mereka pulang.)
Tinggallah kami bertiga di dalam kamar (VIP 14 Rumah Sakit Hikmah Belopa). Anakku Mas Budi, Istriku dan Aku sendiri.
Malam terasa panjang. Aku tidak tenang, ndak bisa tidur.
Beberapa kali harus ke WC.
Aku tidak mau membangunkan anak dan istriku yang tertidur pulas. Aku biarkan mereka menikmati tidur pulasnya karena seharian mereka sibuk melayani dan merawatku.
Apalagi kondisi kesehatan istriku juga belum baik. Jadi kubiarkanlah mereka menikmati masa istirahatnya dan tidur pulasnya. Aku menenteng sendiri botol infusku ke toilet berkali-kali
Malam itu terasa lama dan panjang.
Kucoba untuk tidur, tapi karena beban fikiran yang berat, akhirnya ndak lama aku terjaga dan terbangun lagi.
Tiba-tiba aku ingat sesuatu.
Aku harus mengadu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dialah Zat yang Maha Mengetahui dan Maha Perkasa. Maha Pengampun serta Maha Penerima Taubat.
Aku tayammum.
Lalu kulaksanakan shalat sunnahku,
Shalat Tobat,
Shalat Istikharah.
Aku khusyu’ dalam sujudku.
Aku pasrahkan semuanya kepada-Mu Yaa… Allah.
Aku tafakkur, sekonyong-konyong terbayang beberapa peristiwa sebelumnya yang aku anggap sebagai pemicu penyakitku ini. Tanggal 21 November 2020 Pembukaan Lomba Seni dan Religi dalam rangka HUT PGRI dan Hari Guru Nasinal (HGN) Tahun 2020. Satu minggu sebelumnya kami selaku Pengurus Kabupaten PGRI Luwu sudah mulai sibuk mempersipkan tempat pelaksanaan di gedung baru Sekretariat PGRI Kabupaten Luwu. Kegiatan ini menyita waktu dan tenaga serta pemikiran. Kadang-kadang karena saking asyik dan semangatnya bekerja lupa istirahat, bahkan lupa makan.
Seperti yang terjadi pada H-1 Acara Pembukaan. Kami makan siang pada pukul 16.00, sementara tadi malam agak lambat tidurnya, jadi kondisi tubuh capek, ngantuk dan lapar. Balik ke kantor mulai terasa meriang. Tapi masih paksakan diri untuk bertahan tinggal sampai malam untuk pembenahan persiapan serimoni acara pembukaan besok.
Seperti yang sudah direncankan acara pembukaan berjalan sukses. Dilanjutkan dengan lomba religi dan menyanyi. Aku posisikan diri pada bidang lomba religi. Bergabung dengan panitia dan peserta lomba sampai sore. Kehadiranku di sana untuk memberikan semangat dan motivasi kepada seluruh peserta dan panitia lomba. Keberadaanku di lokasi kegiatan tidak sampai malam. Karena kondisi kesehatan sudah mulai terganggu. Mulai muncul gejala flu dan batuk namun intensitasnya masih normal. Namun demikian istriku menyarankan untuk segera pulang ke rumah istirahat. Aku ikuti saran istriku. Kami pulang ke rumah sebelum magrib.
Malamnya mulai terasa efek flu berat. Sepertinya aku akan terserang demam. Betis dan pahaku seperti tertindis beban yang berat. Batuk mulai menyerang bertubi-tubi. Leher sakit dan perih bila menelan. Lewat tengah malam semakin intens batuk menyerang dan aku mulai menggigil. Suhu badan mulai naik. Jadilah malam itu sebagai malam pertama siksaan fisik. Menjelang subuh Aku tidak bisa tidur.
Besoknya aku sudah tidak kuat. Aku sampaikan ke teman-teman panitia dan Pengurus Kabupaten PGRI Luwu permohonan maafku karena tidak bisa bergabung dengan mereka. Aku cerikan kondisi kesehatanku. Syukur mereka memaklumi keadaanku. Hal ini berlangsung selama tiga hari. Aku masih tetap tinggal di rumah dan hanya mengkonsumsi obat dari dokter keluarga.
Malam penutupan (tanggal 24 November 2020) aku paksakan ke tempat kegiatan karena ingin mendiskusikan Dokumen Laporan Keuangan yang akan dilampirkan dalam Dokumen Rapat Pimpinan (Rapim) PGRI besok yang akan dirangkaikan dengan Serimoni Kegiatan HGN dan HUT PGRI ke-75 tahun 2020 Kabupaten Luwu. Bersama Bendahara dan Wakil Sekretaris kami susun konsep laporan tersebut sembari sekali-sekali menyaksikan teman-teman peserta lomba menyanyi.
Pukul 00.30 dini hari balik ke rumah. Dalam perjalanan pulang, kondisi kesehatanku mulai kembali menurun. Demam kambuh lagi. Sepanjang perjalanan aku menggigil. Tiba di rumah kondisi membaik lagi, karena sempat keluar keringat yang banyak. Aku manfaatkan mengetik menyusun Laporan Dokumen Rapim yang akan dilaksanakan besok. Belum tuntas, tapi tiba-tiba demam lagi. Jadi aku hentikan pekerjaan, aku kembali ke posisi semula, rebahan dengan selimut tebal disertai dengan rintihan kesakitan. Setelah beberapa saat keluar keringat bercucuran, demam hilang. Aku bangun melanjutkan laporan dokumen Rapim yang belum tuntas. Akhirnya menjelang subuh tuntas sudah dokumen tersebut. Siap untuk diprint dan digandakan. Aku puas dan senang karena dokumen tersebut sangat dibutuhkan dalam Rapim tersebut. Isi dokumen inilah yang akan dibahas dalam Rapim. Apa jadinya seandainya dokumen tersebut belum tuntas. Maka batallah Rapim, dan kesalahan pasti akan ditimpakan ke padaku. Itulah yang aku hindari sehingga aku paksakan diri untuk menyelesaikannya meskipun kondisi kesehatanku sesungguhnya tidak memungkin untuk itu. Aku sadar begitu beratnya tanggungjawab seorang sekretaris. Aku bersyukur kepada Allah SWT. atas Petunjuk-Nya. Aku laksanakan salat subuh dan lanjut tidur.
Pagi harinya (25 November 2020) aku paksakan diri bangun meskipun sangat mengantuk. “Aku harus hadir pada acara Rapim nanti, Bu.” Kataku pada istriku. Istriku sedikit agak protes: “Maaf Opu, ingat kondisi kesehatan, barusan kita muntah lagi, semalam kurang tidurki’ ditambah lagi masih seringki’ demam. Saya kuatir nanti terjadi apa-apa di sana.” Katanya.
“Insya Allah, kita doakanka’ semoga saya kuat dan Rapim sukses.” Kataku.
Segala Puji bagi Allah, pagi sampai sore acara berlangsung sesuai agenda, dan aku masih dalam kondisi yang prima. Padahal seharian aku betul-betul sangat sibuk. Tenaga dan pikiran terkuras dalam setiap sesi acara Rapim. Diawali dengan Pemandangan Umum Pengurus Kabupaten PGRI Luwu tentang Laporan kegiatan pengurus selama tahun 2020 dan Program Kerja Pengurus PGRI Kabupaten Luwu lima tahunan oleh sekretaris umum. Dilanjutkan dengan sesi tanggapan atas pemandangan umum Pengurus Kapupaten PGRI Luwu oleh dua puluh lima utusan Pengurus Cabang/Cabang Khusus se-Kabupaten Luwu. Dilanjutkan dengan Tanggapan dan jawaban pengurus Kabupaten PGRI Luwu yang mana kembali Saya selaku Sekretaris mewakili Ketua Umum mengambil alih sesi ini, dilanjutkan Rapat Komisi dan diskusi yang berlangsung alot dan diwarnai hujan interupsi dari peserta rapat. Akhirnya kembali teman-teman mendaulat saya untuk ambil alih Pimpinan Sidang untuk mencari solusi dari permasalahan yang diperdebatkan. Sempat beberapa kali interupsi, sengaja suaraku juga sedikit kukeraskan sehingga kadang-kadang batuk-batuk kering itu muncul di selah-selah pembicaraanku. Akhirnya aku putuskan untuk mengambil keputusan dengan jalan voting, karena musyawarah mufakat sudah tidak ada jalan. Masalah dituntaskan lewat voting menjelang pukul 17.00. Alhamdulillah kondisiku masih baik-baik saja. Malah masih sempat poto-poto dengan beberapa teman peserta yang ingin mengabadikan momen. Agak risih juga saat beberapa teman merapatkan badan pada sesi poto bareng, pasalnya sudah kubayangkan bagaimana mereka menahan nafas karena pagi tadi aku tidak mandi.

Ilham Pabi’