oleh

“Kutumpahkan Semua di Pundak Istriku” (Bagian 2)

-Peristiwa-374 views

SEMANGATKARYA.COM, Luwu – Ba’da shalat Magrib balik ke rumah. Disambut dengan senyum prihatin dari istriku. Dia tanyakan kondisiku selama acara berlangsung. Aku ceritakan beberapa momen, serta keadaan kesehatanku. Bahwa sesungguhnya keadaanku tidak fit. Namun karena sugesti dan semangat yang besar untuk memberikan yang terbaik pada organisasi dan teman-teman, maka aku dapat melakoninya dengan baik. Alhamdulillah.
Usai shalat Isya, mulailah terror itu muncul. Demam tinggi, aku menggigil luar biasa. Durasinya lama. Perasaan otot dan tulangku remuk. Leher mulai sakit dan nyerinya bertambah. Jangankan makan dan minum, menelan air liur saja terasa sakit dan perih. Rasa sakit pada kepala juga mulai menyerang. Rintihanku semakin keras. Bahkan rintihan itu sudah berubah jadi erangan saking sakitnya. Sekujur tubuh bersimbah peluh. Kejadian ini berulang beberapa kali.
Karena tidak tahan menahan rasa sakit itu, maka aku sampaikan ke istriku untuk membawaku ke klinik dr. Daud Mustakim di Padang Sappa. Istriku menyarankan agar langsung saja ke rumah sakit. Tapi aku takut. Siapa tahu dites Rapid atau usap (Swab) lalu hasilnya reaktif atau positif covid-19. Aku tidak mau hal itu terjadi. Akhirnya diputuskan rawat di klinik dr. Daud Mustakim di Padang Sappa. Namun setelah dua hari di sana tidak ada tanda-tanda kesembuhan, malah demam semakin tinggi. Batuk juga semakin bertambah intensitasnya, sekujur tubuh terasa sakit. Otot dan tulang-tulangku seperti remuk, tenggorokan bagaikan terbakar, sakit bila menelan. Indera perasa sepertinya tidak berfungsi. Akhirnya dengan terpaksa aku minta dirujuk ke Rumah Sakit Hikmah Belopa. Malam tiba di sana. Dokter jaga langsung mengadakan tindakan pemeriksaan. Tensi 110/80, suhu 39, saturasi 96. Beberapa saat di UGD dianjurkan untuk poto thorax. Hasilnya pneumonia dextra (ada masalah pada paru-paru sebelah kiri). “Gara-gara merokok ini.” Pikirku. Karena sebulan terakhir aku mulai belajar-belajar merokok lagi.
Besoknya dokter ahli dalam dr. Sostro Mulyo, S.PD. (familiar aku panggil beliau dr. Toto) masuk dan memeriksa keadaanku. Kesimpulannya paru-paruku bermasalah dan beliau menyarankan pemeriksaan lebih lanjut (tes Swab).
Dan itulah yang aku tunggu hasilnya pagi ini.
“Yaa… Allah berilah Petunjuk-Mu.” Pintaku.
Akhir tafakkur dan do’aku,
Tiba-tiba munculllah sebuah keyakinan bahwa hasil Swab-ku positif (+). Terbayang dr. Toto masuk didampingi perawat dengan pakaian khasnya. Menyampaikan berita itu kepadaku
“Pak, Kita Positif.”
Duh… Allah…!!!
Tidak sadar air mataku mengalir.
Aku bayangkan sanksi sosial yang akan dihadapi oleh anak-anakku dan keluargaku. Ditambah lagi munculnya rasa takut membayangkan harus tinggal di ruang isolasi. Sendirian. Tanpa didampingi keluarga.
Bahkan fikiran sampai kepada bayangan seperti yang sering aku tonton di televisi, pasien covid yang meninggal sendirian dalam kamar tanpa didampingi keluarga dan jenazahnya dibawa ke Gowa untuk dikuburkan di sana tanpa diantar keluarga. Yaa… Allah.
Lamat-lamat terdengar suara shalawatan dari masjid sekitar.
Ternyata sudah hampir subuh.
Artinya sebentar lagi…
dr. Toto akan masuk memberikan info itu.
Aku Takut, Aku sedih . Aku stress.
Terbayang…
Tak kuasa menahan rasa sesak ini, akhirnya aku membangunkan istriku yang masih tertidur pulas itu. Dengan suara lirih kupanggil dia: “Bu,…Ibu,…”
Istriku terbangun kaget mendengar suaraku. Dengan cekatan dia mendekatiku. Kalau selama ini aku berusaha untuk tidak kontak langsung dengan dia untuk menjaga kesehatannya. Tapi kali ini aku sudah tidak memikirkan itu. Diapun juga sudah tidak menjaga jarak.
Aku terisak,
Istriku berusaha menenangkanku.
Istriku berdiri di sampingi ranjangku sambil dia dekatkan tubuhnya mendekap kepalaku. Sambil berucap “ Opu… kenapaki’. Istighfarki sayang.’”
Dia belai-belai rambut dan kepalaku. Ada rasa damai kurasakan. Aku benamkan kepalaku ke dadanya. Terasa lembut dadanya menyentuh wajahku. Ada ketenangan yang aku rasakan. Dia lanjut membelai-belai rambutku sambil bertanya (istriku duduk di sampingku)
“Apa yang kita rasakan sayang” kata istriku
Aku ceritakan kepadanya “ Sayang naluriku mengatakan bahwa Aku Positif (+)” Istriku agak kaget juga mendengarnya. Tapi dia berusaha tenang
“Sabar sayang, Berdoa’aki saja semoga firasat itu salah.” Katanya lembut.
“Tapi aku yakin Bu, aku positif.” pungkasku.
“Tadi aku shalat sunnah. Di akhir shalat, tafakkur dan do’aku tiba-tiba muncul firasat itu. Sepertinya itu adalah petunjuk dari Allah SWT.” ucapku lirih.
“Aku takut sayang” lanjutku.
Tiba-tiba rasa emosionalku muncul.
Aku ingat semua salah dan dosaku.
Dosaku kepada Allah Subhanhu Wa Ta’ala yang selama ini terlalu banyak melanggar larangan-Nya, dan belum istiqamah dalam menjalankan perintah-Nya dan Sunnah-sunnah Rasulul-Nya.
Terbayang dosa-dosaku kepada orang tuaku. Kepada Ayah dan Bundaku. Yang selama ini belum menunjukkan pengabdian dan bakti sebagai seorang anak yang saleh.
Terbayang dosaku kepada Istriku, selama ini aku telah banyak berbuat salah kepadanya. Aku egois. Dia telah rela melakukan segalanya hanya untuk membahagiakan dan menyenangkan diriku. Sementara aku sendiri hampir tidak pernah melakukan yang terbaik buat kebahagiannya. Terbayanglah segala peristiwa dan momen-momen kebersamaan kami.
“Aku telah berbuat zalim kepadamu Istriku”
”Ini adalah hukuman Allah kepadaku”
Tak tahan aku menangis sejadi-jadinya, air mata yang selama ini aku tahan untuk tidak keluar ternyata subuh ini sudah tak dapat aku bendung.
Kutumpahkan semuanya di pundak istriku.
Ma’afkan aku istriku,
Terima kasih atas pengabdian dan pengorbananmu,
Engkau adalah Temanku, Istriku dan Penyemangatku.

Ruang Isolasi RS. LB Mks, Hari ke-7 (7 Desember 2020) Kado Ultah untuk diri sendiri.

Ilham