SEMANGATKARYA.COM, Gowa – Panciro satu diantara desa di Kabupaten Gowa yang memiliki magnet serta daya tarik tersendiri. Batapa tidak, sebuah desa dengan luas wilayah 1 km persegi berada pada jalur poros Sungguminasa-Takalar dapat dibuat terbius para warga pendatang dari luar daerah Gowa untuk mengail rezeki dan berjibaku menjual dagangannya sepanjang bibir badan jalan nasional itu mulai fajar subuh hingga dini pagi.
Awalnya sebutan pasar subuh Panciro itu oleh para pedagang dan pa’gandeng sendiri saat membeli berbagai jenis sayur segar dan umumnya hortikultura di Panciro. Sebutan pasar subuh Panciro selanjutnya kian populer di tengah warga Gowa dan Makassar hingga ke Singapura. Setiap kali mereka pesan barang dari daerah berupa sayur segar dan buah segar Panciro dianggap tempat yang aman dan srategis melakukan transaksi jual beli dan bongkar muat barang tersebut. Mobilitas bongkar muat arus barang dari berbagai daerah itu berlangsung mulai pukul 23:00 sampai 04 : 00 fajar subuh mengingatkan kita kurang sama kondisinya dengan pasar pagi milik pemerintah.
Sayur segar dan buah segar buahan dengan berbagai jenisnya langsung ditadah para pedagang yang umumnya warga pendatang dan sebagian
lainnya warga Panciro sendiri. Selain dijual di pasar subuh Panciro, juga sebagian besar didrop ke sejumlah pasar tradisional dan pasar Swalayan dalam di Kota Makassar. Adapun sumber utama sayur mayur berasal dari Malalaji Bantaeng dan Jeneponto.
Kini Panciro sepertinya menjadi magnet bagi warga pendatang sebagai tempat transit bongkar muat sayur segar dari dataran tinggi Kabupaten Gowa. Para pedagang itu datang dari Sungguminasa dan Makassar melalui akses Barombong (Makassar) dengan membeli sayur segar secara partai/karung atau carton (box) besar
Adapun jenis komoditas lain yang masuk di Panciro pada malam hari seperti buah kelapa, jeruk, pepaya dan pisang, umumnya datang dari Bone, Soppeng, Bukukumba, Pinrang, Barru dan Polmas (Sulbar) untuk jenis buah pisang, kelapa, pepaya dan jeruk termasuk telur ayam ras dari Sidrap, Soppeng, Wajo dan Maros.
Justan (45), warga asal Kabupaten Bone yang kini resmi menjadi penduduk Panciro mengaku, dirinya bersama istri dan anak sudah hampir enam tahun di Panciro menjual buah buahan yakni pisang, pepaya dan sukun cukup laris. “Bagi saya dan kebanyakan orang Bone menjual pisang di sepanjang jalan poros Panciro senang, selain aman dan juga mobil dari daerah yang membawa barang tidak ada hambatan, bahkan lancar masuk di Desa Panciro, ” ungkap Justan yang kini memiliki rumah mewah di Panciro berkat hasil penjualan pisang dan buah buahan.
Pasar Subuh Panciro, kini benar benar menjadi buah bibir banyak pihak tidak saja menjadi ‘syurga bagi warga pendatang terutama dari Kecamatan Amali dan Ulaweng, Kabupaten Bone dengan jumlah sekitar 20 kepala keluarga, juga membawa berkah bagi sebagian besar warga Desa Panciro. Mereka yang punya rumah sepanjang jalan poros Panciro juga turut menikmati suasana sejuk pasar subuh dengan memanfaatkan depan rumah mereka berjualan sembako dan mendirikan warung kopi dan menjual kue kue kering ciri khas hasil produksi para UKM yang juga warga Panciro sendiri.
**darwis jamal takdir**