SEMANGATKARYA.COM, Gowa-Masih terasa hangat diingatan para warganet termasuk warga Desa Panciro, Kecamatan Bajeng, Gowa bahwa di tempat ini pernah terjadi aksi penamparan seorang oknum Satpol PP Kabupaten terhadap pasangan suami istri (pasutri) yang sekaligus pemilik Warkop Ivan Riana sempat viral di media sosial dan menjadi isu pemberitaan di sejumlah televisi nasional.
Siapa sangka kalau di tempat kejadian di atas berada satu lokasi dengan Tugu Pahlawan Limbung Putra yang sebagian lahannya disulap jadi tempat pemasangan baliho/spanduk dan lahan parkir Warkop Ivan Riana Panciro. Tugu pahlawan sebagai simbol heroik dan tewasnya para tokoh pejuang revolusi lokal di wilayah Distrik Limbung melawan kaum penjajah pada tahun 1945, sejatinya dirawat dan dilestarikan sebagai salah satu situs sejarah atau cagar budaya di Gowa.
Kini bangunan sejarah itu masih tampak berdiri kokoh dan tinggi sekitar empat meter serta berada di atas tanah negara (tanah SS-red) dengan luas kurang lebih 4 x 5 meter persegi. Namun, sebagian lahan tugu tersebut tergerus akibat bangunan rumah milik warga sekitar dan pada bangunan tugu sendiri bertuliskan Tugu Pahlawan Limbung Putra, 17-08-1945 nyaris tidak terbaca lagi akibat terbungkus lumut, saran binatang rayap serta badan bangunan dapat terkelupas.
Mantasya Dg Eppe, BA, salah satu tokoh masyarakat Desa Panciro sekaligus saksi sejarah berdirinya Tugu Pahlawan Limbung Utara mengatakan, tugu pahlawan itu dibangun oleh kakaknya sendiri yakni Sabarang Dg Ngempo saat menjadi Kepala Desa Bontosunggu. Waktu itu, katanya Panciro masih masuk wilayah Desa Bontosunggu.
Kenapa tugu itu diberi nama Tugu Pahlawan Limbung Utara, menurut Mantasya Eppe, Limbung salah satu distrik zaman perjuangan revolusi kemerdekaan dibawah pimpinan Laskar Polong Bangkeng berpusat di Takalar. ”Distrik Limbung punya wilayah yang cukup luas dan batasnya sampai Panciro. Dan di Panciro sendiri paling banyak pejuang revolusi 45 selain Sabarang Dg Ngempo bersama dua saudaranya Baso Tappa dan Makkarani juga terdapat sejumlah tokoh lainnya termasuk Dg Ronrong dan mereka semuanya sudah meninggal,” ujar mantan Kades Panciro ini.
Pada sekitar bangunan tugu tersebut, para tokoh pejuang kemerdekaan RI berkumpul, punya markaz dan kerap melakukan apel dan upacara bendera. “Atas dasar itulah Sabarang Dg Ngempo yang juga pelaku pejuang revolusi 45 akhirnya membangun tugu tersebut. Saat dibangun tugu pahlawan Limbung Utara tentu saja dapat dukungan dari masyarakat terutama sesama tokoh pejuang saat itu, ‘jelas Mantasya yang kini berusia 82 tahun.
Tidak hanya itu, lanjut tokoh militan Muhammadiyah ini, “Baso Tappa adalah adik kandung dari Sabarang Dg Ngempo pernah menjadi Komandan Batalion di bawah pimpinan Laskar Polong Bangkeng yang mendapat penghargaan dari Presiden Seokarno sebagai pejuang sekaligus pahlawan revolusi 45 dan makamnya ada di Parangloe,”beber Mantasya.
Kehadiran Tugu Pahlawan Limbung Utara yang kini berada di wilayah Desa Panciro, Mantasya yang juga anak ke -9 dari 14 bersaudara dari tokoh pejuang sebelum kemerdekaan yakni Nganang Dg Nai, dinilai cukup tepat. “Bapak saya Nganang Dg Nai merupakan anggro guru saat itu. Bahkan satu satunya rumah yang di wilayah distrik Limbung yang pernah disinggahi oleh R.W. Monginsidi setelah beberapa bulan sejak kemerdekaan RI adalah rumah orang tua saya sendiri. Ini memberi kesan sejarah bahwa betapa orang tua dan sejumlah saudara punya andil besar dalam memperjuangkan NKRI melawan tentara Belanda dan Jepang melalui aksi perlawanan keluar masuk hutan dalam wilayah distrik Limbung. **darwis jamal takdir**